Kamis, 04 Juli 2013

Genesa Batubara

Oleh : Yustin Paisal, ST, MT


1.1  Pembentukan Gambut dan Batubara

Batubara terbentuk akibat proses pembatubaraan atau coalification dari bagian – bagian tumbuhan tertentu yang tersedimentasi, yang mana berlangsung lebih dari jutaan tahun yang lalu (Tabel 1.1). Batubara merupakan batuan sedimen organoklastik (organic sedimentary rock) yang berasal dari tumbuhan yang mana dalam kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran sempurna.

1.1.1  Coalification

Batubara sebagai sedimen organoklastik yang berkomposisi heterogen, terbentuk dari akumulasi residual woody material dengan komposisi utama cellulosa, lignin, dan plant protein. Proses pembatubaraan mencakup tiga proses utama pengendapan, diagenesis (konversi biokimia, dan kompaksi), dan methamorphosis (konversi geokimia) (Seyler, 1959). Dengan proses tersebut mengubah cellulosa secara bertahap menjadi gambut, lignit, bituminus, dan atau hingga menjadi antrasit. Suatu reaksi yang mungkin dari pembentukan lignit dapat digambarkan sebagai berikut:

Pembatubaraan atau coalification berdasarkan geneshanya merupakan konversi dari woody material menjadi batubara setelah melalui peatification dan lignitification (lihat skema proses pembatubaraan oleh Seyler). Tahap awal dari proses tersebut adalah penguraian unsur vegetasi melalui kerja microoorganisms (bakteri dan ganggang) yang berlangsung lambat di dalam rawa yang relatif stabil, meliputi lokasi pengendapan yang sangat luas. Hasil proses awal tersebut adalah terbentuknya formasi gambut. Adalah jelas bahwa jika lokasi endapan  kering, setelah woody material terendapkan dalam air, material tersebut akan membusuk dengan sempurna dengan melepaskan gas CO2 dan H2O. Kehadiran air memperlambat pembusukan dengan mencegah masuknya O2 dari udara bebas yang digunakan untuk proses pembusukan woody material oleh organisms.

Gambut yang terbentuk dapat diestimasikan keasalannya melalui fakta bahwa adanya bagian-bagian tanaman terdiri dari selulosa, lignin, dan protein tanaman. Selulosa adalah senyawa karbohidrat yang terhidrolisa menjadi berbagai macam bentuk. Protein tanaman secara esensial mengandung nitrogen, demikian pula sering ditemukan sulfur dan fosfor. Persenyawaan unsur kimia tersebut membentuk asam amino. Lignin dihubungkan dengan selulosa tetapi berbeda dalam struktur benzenoid dan tidak mudah terhidrolisa menjadi senyawa yang lebih sederhana.

Tahap awal dari pembusukan tumbuhan dicirikan dengan lingkungan pengendapan adalah rawa, miskin oksigen, dengan agen pengubah adalah bakteri aerob dan microfungi. Selulosa mengalami dekomposisi, melepaskan gas CO2 dan H2O dan produk colloidal oxidation  yang disebut oxycellulose. Sedangkan, lignin oleh aksi bakteri menghasilkan material lignin colloidal yang terhidolisis. Protein tanaman menghasilkan asam-asam amino. Tahap awal dari pembusukan tumbuhan adalah oksidasi dan hidrolisis akibat kerja bakteri yang mengurangi kandungan selulosa, lignin, dan protein menjadi produk-produk colloidal yang mana dapat bereaksi menjadi agregat colloidal di dalam rawa. Kemestian dari proses tersebut, maceral dari woody material sudah terbentuk, dan solusi colloidal menyebar keseluruh bagian fragmen woody yang terbusukkan dari berbagai ukuran yang mana telah mencapai sedikit kemajuan dari tahap dekomposisi. Keseluruhan fenomena tersebut membantu untuk memelihara, yang mana dalam banyak kasus, struktur biologis dari fragmen keseluruhan memiliki proses pembatubaraan yang kompleks.

Gambut secara esensial berupa hidrosol yang kemudian dalam waktu lama menjadi hidrogel. Tertimbunnya gambut dibawah lapisan tipis tumbuhan penutup dan segera aksi bakteri berakhir. Mula-mula, mengikuti penurunan permukaan tanah rawa dan penutup, kemudian bakteri anaerob berperan dalam penguraian gambut tersebut. Segera aksi semua bakteri terhenti ketika adanya akumulasi material mencegah perpindahan dari pembusukan menghasilkan racun terhadap bakteri melalui dissolusi dalam air atau oleh faktor-faktor lain.

Peningkatan berat akumulasi senyawa anorganik sebagai tanah penutup gambut secara gradual menyebabkan konsolidasi gambut. Efek dari tekanan ini yang bertambah sesuai ketebalan lapisan-lapisan tanah adalah terbentuk dalam periode waktu geologi. Pengaruh tekanan dari overburden dan begitupun, berdasarkan waktu geologi, dari pengaruh tekanan-tekanan lainnya dan fluktuasi suhu, yang keduanya bersumber dari pergerakan kerak bumi, menyebabkan perubahan pada gambut. Dengan cara seperti itulah, setiap tipe batubara yang terbentuk, menunjukkan perbedaan arah metamorphosis dari endapan gambut. Keseluruhan tahap terebut dalam konversi woody material menjadi batubara seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1.2.

Oleh karena itu, dapat dijelaskan bahwa endapan batubara merupakan hasil akhir dari sejumlah pengaruh; pembusukan vegetasi oleh bakteri aerob dan  anaerob, pengendapan oleh sedimen anaorganik, pergerakan kerak bumi, dan pengaruh erosi. Faktor-faktor tersebut menentukan kealamiahan, kualitas dan posisi relatif dari batubara.

Jenis vegetasi yang terurai adalah faktor yang paling penting dibandingkan dengan faktor yang lainnya. Vegetasi yang berasal dalam jaman Karbon adalah sangat berbeda, secara biologi dan kimia dari jaman Cretaceous. Kondisi penguraian adalah juga sangat penting menyangkut;  kedalaman, temperatur rata-rata, derajat keasaman dan pergerakan alamiah air dalam rawa adalah juga menentukan jenis batubara yang akan terbentuk. Cara terendapkan oleh sedimen merupakan pengaruh terakhir.  Jika massa organik batubara dan sedimen anorganik terbentuk secara bergantian, kualitas batubara akan sangat terpengaruh oleh kondisi tersebut.

Paling penting dari semua hal tersebut adalah pergerakan dari kerak bumi. Bentuk-bentuk pergerakan tersebut, yang disebut dengan geosynclines, menentukan kedalaman penurunan permukaan, dan dari sini suhu dapat meningkat. Suhu adalah hal yang terpenting dalam proses pembatubaraan. Derajat carbonification dalam hal ini kandungan karbon, menentukan peringkat batubara. Seri pembatubaraan diilustrasikan sebagai perubahan kontinyu dari derajat pembatubaraan. Berdasarkan skema tersebut dapat dihubungkan antara proses dari formasi batubara dan kharakteristik batubara. Selanjutnya, dapat dibedakan menjadi sifat ekstrinsik dan sifat intrinsik. Sifat ekstinsik tergantung kepada pengaruh mineral yang bercampur, yang dapat menentukan grade dari batubara, yang mana merupakan tahap awal dari pembatubaraan. Sifat intrinsik adalah ditentukan dari kandungan organic matter; type dan rank (lihat Gambar 1.1).
1.1.2  Hukum Schurman dan Hilt

Proses pembatubaraan merupakan proses perubahan kimia yang dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara gradual kandungan karbon dari fosil material organik yang berlangsung secara alamiah. Proses ini dapat dibedakan kedalam tahap biokimia atau diagenesis, yang mana mencakup proses pembentukan gambut dan tahap geokimia, yang mana selama tahap tersebut berlangsung metamorfosis. Proses tersebut dapat dikenal, meskipun tidak selalu jelas dalam menggambarkannya antara kedua tahap tersebut.

Sebagai bukti, bahwa transisi dari gambut menjadi lignit dan dari lignit menjadi batubara adalah diketahui, dan lapisan gambut tidak pernah ditemukan di bawah lapisan lignit, begitupula endapan lignit di bawah lapisan batubara, seperti yang ditunjukkan dari hipotesis bahwa genesa batubara mesti bermula dari perubahan gambut menjadi lignit.

Pandangan ini ditunjang oleh dua hukum empiris. Salah satunya adalah Hukum Schurmann bahwa kandungan air di dalam lapisan berkurang dengan meningkatnya kedalaman. Gambut mengandung kadar air lebih dari 90%. Bagaimanapun, sebagaimana berkurangnya kadar air, kehilangan air, diekspresikan dalam persentase per 100 meter pertambahan kedalaman, laju perubahannya berlangsung dengan sangat lambat. Kandungan air yang dikorelasikan dengan kandungan oksigen, menurut teori tersebut bahwa kadar oksigen berkurang dan kadar karbon meningkat dengan bertambahnya kedalaman (lihat Gambar 1.2).

Hukum kedua adalah Hukum Hilt, yang menyatakan bahwa kadar zat terbang (volatile matter) berkurang dengan bertambahnya kedalaman lapisan (lihat Gambar 1.3). Penentuan kadar zat terbang adalah digunakan secara luas melalui uji empiris untuk menetapkan derajat pembatubaraan – seperti kandungan karbon dalam batubara. Oleh karena itu, hukum Hilt juga menunjukkan suatu konversi gradual dari material tumbuhan.

1.1.3  Penyebab Pembatubaraan

Faktor biokimia berperan penting dalam permulaan tahap proses pembatubaraan. Dekomposisi mikrobiologi, bagaimanapun, hanya dapat berlangsung sebagaimana ganggang dan bakteri mampu berpartisipasi dalam woody material.

Ganggang tidak dapat hidup di bawah kedalaman kira-kira 40cm, formasi lignit tidak dapat dipengaruhi oleh aksi aneka organisma. Pengaruh aksi bakteri juga berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Pada kedalaman yang besar, konversi bakteri adalah tidak mungkin sempurna. Begitupula, setelah tahap humifikasi (penggambutan) dan setelah terbentuknya formasi lignit, hanya faktor geofisik yang dapat berperan.

Dalam pandangan ini, bagaimanapun, adalah tidak sejalan dengan semua hasil investigasi. McKenzie Taylor mempertimbangkan bahwa dekomposisi bakteri sebagai agen utama dalam formasi berbagai macam tipe batubara. Pertanyaan seperti apa yang bakteri akan gunakan sebagai pengaruh dekomposisi adalah tergantung pada pH dan potensial redoks lapisan gambut. Namun demikian, ketika endapan gambut dibawah lapisan lempung, yang mana melalui proses perubahan ion dengan air garam, adalah lebih cenderung terkonversi menjadi sodium-aluminium-silika, kondisi tersebut dominan membentuk formasi batubara; bukan hanya sebagai lapisan penutup yang tidak dapat dilalui gas (sehingga dengan kondisi tersebut menjaga kelangsungan hidup bakteri anaerob) tetapi juga menghasilkan medium alkali. Sebagai implikasi yang mana sejarah endapan gambut akan lebih kurang tergantung pada karakter lapisan sedimen penutup.

Fuchs lebih jauh menjelaskan; ia juga mempertimbangkan peran bakteri sebagai agen yang signifikan dalam proses dekomposisi. Pada sisi lain ia berpendapat bahwa potensial redoks tergantung pada kesempurnaan kedalaman material yang terendapkan. Potensial redoks, yang mana berubah berdasarkan kedalaman, distabilkan oleh aksi mikroorganisme. Dengan pertambahan efek temodinamika, Fuch membukrikan bahwa reaksi pembatubaraan, dibawah pengaruh kondisi-kondisi tersebut, berproses secara kontinyu.

Kebanyakan faktor waktu jarang berpengaruh pada pembatubaraan setelah tahap pembentukan lignit. Seperti contoh, pergerakan sudah dimulai dari batubara coklat yang terdapat di Moscow Basin yang mana, walaupun terbentuk pada jaman karbon bawah, tidak termasuk batubara peringkat tinggi; hal ini membuktikan bahwa batubara coklat tidak tertimbun pada kedalaman yang besar dan juga tidak dipengaruhi oleh pengaruh tektonik.

Tidak pula dapat disimpulkan bahwa tekanan overburden sebagai penyebab pembatubaraan, karena hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip termodinamika. Tekanan, bagaimanapun, sudah menjadi suatu pengaruh yang bersumber dari kepadatan dan sifat porositas, dan karena kandungan air, dari batubara.

Bahkan pengaruh yang besar dari tekanan tektonik belum termasuk faktor yang lebih dominan, seperti yang dibuktikan melalui korelasi yang lemah antara peringkat batubara dan intensitas pergerakan kerak bumi.  Sebaliknya, adanya fold  yang kuat dari areal endapan batubara memiliki peringkat relatif rendah.

Selanjutnya, telah ditunjukkan bahwa pada semua extensive coal basins, seperti yang terdapat antara Pennsylvania dan South-Wales, atau Limburg dan Lower Saxony, peringkat perlapisan batubara berubah dalam pengaruh yang sama.

Investigasi sampel pada Ruhr Basin dan Limburg Selatan, telah menunjukkan bahwa pembatubaraan relatif sempurna sebelum proses pelipatan kerak bumi. Pergerakan tersebut telah terjadi pada akhir jaman karbon, yang mana proses pembatubaraan telah berlangsung selama era ini.

1.1.4  Terbentuknya Formasi Endapan Batubara

Faktor utama pada formasi batubara dan coalfield adalah akumulasi dan pembusukan parsial dari sejumlah woody material untuk menghasilkan gambut.. Gambut adalah cikal bakal dari asal batubara. Gambut terbentuk di dalam rawa dimana kondisi iklim menunjang pertumbuhan aneka vegetasi. Laju penurunan dasar rawa mesti sama dengan laju pertumbuhan flora sehingga akumulasi woody material dapat terjadi.

Ada dua mekanisme yang dapat menunjang pementukan formasi endapan batubara dan akumulasi sejumlah vegetable matterPertama, mekanisme in situ (umumnya dikenal dengan teori in situ) berdasar pada postulat pertumbuhan hutan di rawa autochtonous. Pepohonan dan berbagai jenis vegetasi mati dan tumbang dimana mereka tumbuh. Dalam kurun waktu geologi, proses pengendapan berlangsung sangat lambat diikuti pembusukan woody material secara kontinyu hingga mencapai ketebalan yang cukup besar kemudian terakumulasi di atas permukaan tanah rawa membentuk gambut. Batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran yang luas dan merata, serta batubara relatif memiliki kandungan mineral anorganik yang rendah (kadar abu rendah). Batubara yang terbentuk dengan cara ini kadang disebut juga batubara autochtonous. Kedua, mekanisme drift atau biasa dikenal dengan teori drift, menyatakan bahwa suatu lapisan gambut yang terbentuk berasal dari bagian – bagian tumbuhan yang terbawa oleh aliran sungai atau erosi dan terendapkan pada daerah rawa ataupun hilir (delta) yang berlangsung lama secara kontinyu. Batubara yang terbentuk dengan cara seperti ini disebut batubara allochtone.

1.1.5  Formasi Geosinklin

1.2     Struktur Lapisan Batubara

Batubara yang terdapat di alam umumnya memiliki struktur lapisan yang tidak ideal lagi seperti lapisan batubara yang horisontal dengan ketebalan seragam. Salah satu contohnya adalah batubara yang terdapat di Tondongkura, Sulawesi Selatan, telah mengalami bentuk-bentuk sinklin-antiklin, rekahan, sesar, dan atau patahan. Kondisi ini sangat erat berhubungan dengan faktor endogen dan eksogen yang merubah bentuk permukaan bumi pada zona-zona lemah.

Lapisan batubara sering berasosiasi dengan batu lanau, batu lempung, dan batu pasir yang bersifat kompak (consolidated), atau dengan lanau, lempung, dan atau pasir yang bersifat lepas (unconsolidated). Sering pula dijumpai adanya sisipan batu gamping yang cukup tebal seperti di Tongkura. Lignit dan subbituminus pada umumnya berasosiasi dengan lapisan yang bersifat lepas disebabkan proses terbentuknya dalam pengaruh tekanan dan suhu yang masih rendah. Sebaliknya, peringkat batubara yang lebih tinggi selalu ditemukan berasosiasi dengan lapisan sedimen bersifat consolidated akibat pengaruh tekanan dan suhu yang tinggi pada saat pembentukannya.


Pembentukan batubara dapat terjadi di lingkungan pengendapan air tawa dan air laut. Permukaan cekungan rawa yang berisi air tawar bila sewaktu-waktu mengalami penurunan secara sangat lambat apabila curah hujan sangat tinggi dan berlangsung secara kontinyu, akan mengakibatkan banjir menutupi rawa.

0 komentar:

Posting Komentar