Sabtu, 06 Juli 2013



Peleburan dan Pemurnian Bijih Nikel yang Ramah Lingkungan


Nikel primer diproduksi dari dua bijih yang sangat berbeda, laterit dan sulfidik. Bijih laterit biasanya ditemukan di daerah beriklim tropis. Bijih sulfidik, sering ditemukan bersama bijih tembaga yang ditambang dari bawah tanah.

Pemrosesan Bijih Laterit

Bijih laterit memiliki persentase kelembaban yang tinggi yang harus dihilangkan. Pengeringan pada tanur (furnace) menghilangkan kelembaban yang juga mengurangi oksida nikel. Bijih laterit tidak memiliki nilai bahan bakar yang signifikan, dan tanur listrik dibutuhkan untuk memperoleh suhu tinggi untuk mengakomodasi kandungan magnesium yang tinggi pada bijih. Beberapa smelter laterit menambahkan sulfur ke dalam tanur untuk memproduksi matte yang akan diproses. Kebanyakan pemroses nikel laterit menjalankan tanur untuk menurunkan kadar besi secukupnya untuk menghasilkan produk ferronikel. Proses hidrometalurgi dengan leach ammonia atau asam sulfat juga digunakan. Leach amonia biasanya diterapkan terhadap bijih setelah reduction roast.

Pemrosesan Bijih  Sulfidik

Flash smelting merupakan proses yang paling umum dalam teknologi modern, tetapi electric smelting digunakan untuk bahan baku yang lebih kompleks yang membutuhkan peningkatan fleksibilitas. Kedua proses digunakan untuk mengeringkan konsentrat. Electric smelting membutuhkan roasting sebelum peleburan untuk menguangi kandungan sulfur dan bahan yang mudah menguap. Proses peleburan nikel yang lama, seperti blast atau reverberatory furnace, tidak digunakan lagi karena efisiensi energinya rendah dan masalah lingkungan.

Dalam flash smelting, bijih sulfida kering yang mengandung kurang dari 1 % air diumpankan ke dalam tanur dan terus dipanaskan dengan udara, udara kaya oksigen (30–40 % oksigen), atau oksigen murni. Besi dan sulfur teroksidasi. Panas yang dihasilkan dari reaksi eksotermik cukup untuk melebur konsentrat, menghasilkan matte cair (s.d. 45 % nikel) dan terak cair. Furnace matte masih mengandung besi dan sulfur yang kemudian dioksidasi pada tahapan converting menjadi sulfur dioksida dan besi oksida dengan menyuntikkan udara atau oksigen ke dalam molten bath. Oksida dari terak di-skim off. Terak diproses di dalam sebuah tanur listrik terlebih dahulu sebelum di-recovery. Gas pada proses didinginkan, dan partikulat kemudian dihilangkan dengan perangkat pembersih gas.

Pemurnian Nikel

            Berbagai proses digunakan untuk memurnikan matte nikel. Fluid bed roasting dan reduksi klorin-hidrogen menghasilkan nikel oksida high-grade (lebih dari 95 % nikel). Proses uap seperti proses karbonil dapat digunakan untuk memproduksi pellet nikel dengan kemurnian tinggi. Dalam proses ini, tembaga dan logam-logam berharga menjadi residu piroforik yang membutuhkan penanganan terpisah. Penggunaan sel listrik yang dilengkapai dengan katoda inert merupakan teknologi yang paling umum untuk pemurnian nikel. Electrowinning merupakan proses yang paling umum.

Karakteristik Limbah

Emisi Udara

Sulfur dioksida (SO2) merupakan polutan utama yang dihasilkan dalam proses roasting, smelting, dan converting bijih sulfida. (Konsentrat nikel sulfida mengandung 6–20 % nikel dan belerang s.d 30 %.) SO2 yang dikeluarkan dapat mencapai 4 metrik ton (t) sulfur dioksida per metrik ton nikel yang diproduksi sebelum dilakukan kontrol. Reverberatory furnace dan electric furnace menghasilkan SO2 dengan konsentrasi 0.5–2.0 %, sedangkan flash furnace menghasilkan SO2 dengan konsentrasi lebih dari 10 %. Produksi polutan ini memberikan keuntungan untuk konversi sulfur dioksida menjadi asam sulfat. Beban emisi untuk berbagai tahapan proses adalah 2.0–5.0 kilogram per metrik ton (kg/t) untuk multiple hearth roaster; 0.5–2.0 kg/t untuk fluid bed roaster; 0.2–1.0 kg/t untuk electric furnace; 1.0–2.0 kg/t untuk Pierce-Smith converter; dan 0.4 kg/t untuk hulu pengering flash furnace. Amonia dan hidrogen sulfida merupakan polutan pada proses ammonia leac; emisi hidrogen sulfida dihasilkan pada proses acid leachin. Nickel carbonil dengan kadar racun tinggi merupakan  kontaminan pada proses carbonyl refining.

Limbah Cair

Proses pirometalurgi untuk memproses bijih sulfidik biasanya kering, dan limbah yang dihasilkan tidak begitu penting, walaupun demikian wet electrostatic precipitator (ESP) sering digunakan untuk penanganan gas, dan air limbah yang dihasilkan dapat mengandung konsentrasi logam yang tinggi. Air dalam jumlah besar digunakan untuk granulasi terak, sebagian besar air ini harus didaur ulang.

Limbah Padat dan Lumpur

Smelter menghasilkan terak padat yaitu silikat.

Pencegahan dan Pengontrolan Polusi

Emisi sulfur dioksida dapat dikontrol dengan :
• Di-recovery menjadi asam sulfat
• Di-recovery menjadi sulfur dioksida cair
• Di-recovery menjadi unsur belerang, menggunakan reduktor seperti hidrokarbon, karbon, atau hidrogen sulfida
Gas nikel karbonil beracun biasanya tidak dikeluarkan dari proses refining karena gas ini rusak/ terdekomposisi di decomposer tower.
Air pendingin harus disirkulasi ulang, stormwater dikumpulkan dan digunakan dalam proses. Air yang digunakan untuk proses granulasi terak harus didaur ulang. Sebisa mungkin, semua limbah proses harus dikembalikan ke proses.

Teknologi Penanganan Emisi dan Limbah

Pengeluaran emisi yang terjadi selama proses drying, screening, roasting, smelting, dan converting dikontrol dengan menggunakan siklon yang diikuti oleh wet scrubber, ESP, atau bag filter.
Limbah cair digunakan sebagai slurry tailing di dalam kolam tailing, yang bertindak sebagai reservoir untuk penyimpanan dan proses daur ulang air bersih. Limbah padat dari bijih nikel sulfida sering mengandung logam lain seperti tembaga dan logam mulia, proses lebih lanjut harus dilakukan untuk me-recovery logam-logam ini. Terak dapat digunakan sebagai bahan konstruksi setelah recovery nikel.
Pabrik modern menggunakan praktik industrial yang baik dapat mencapai beban polusi berikut ; pabrik dengan kontak ganda, penyerapan ganda dengan pengeluarkan emisi tidak lebih dari 0.2 kg sulfur dioksida per metrik ton produksi asam sulfat (berdasarkan efisiensi konversi 99.7 %).

Panduan Emisi (Berdasarkan Pollution Prevention and Abatement

 

Handbook World Bank Group, Juli 1998)

Berikut ini adalah pedoman emisi untuk pabrik pengolahan nikel. Semua tingkatan maksimum harus dicapai sekurang-kurangnya 95 % dari waktu pabrik atau unit beroperasi, ini akan dikalkulasikan sebagai proporsi jam operasi tahunan.

Emisi Udara

Tingkat emisi udara yang disajikan pada tabel berikut harus dicapai.
Tabel Emisi Udara dari Peleburan Nikel
(milligram per normal meter kubik, kecuali dinyatakan khusus)
Parameter
Nilai maksimum
PM
Nikel
Sulfur dioksida
20
1
2 kg/t asam sulfat

Limbah Cair

Tingkat emisi limbah yang disajikan pada tabel berikut harus dicapai.
Tabel Limbah dari Peleburan Nikel
(milligram per liter, kecuali untuk pH)
Parameter
Nilai maksimum
pH
TSS
Nikel
Besi
Logam total
6-9
50
0.5
3.5
10

Tingkat Kebisingan

Tingkat kebisingan yang harus dicapai adalah seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini, atau paling tinggi 3 dB di atasnya. Pengukuran dilakukan pada reseptor kebisingan di luar lokasi proyek/pabrik.


Nilai maksimum yang diijinkan (per jam pengukuran) dalam dB
Reseptor
Siang (07.00-22.00)
Malam (22.00-07.00)
Pemukiman, institusi, pendidikan
55
45
Industri, komersial
70
70

0 komentar:

Posting Komentar